Prinsip asuransi adalah dasar yang sangat penting untuk dipahami oleh siapa saja yang ingin memanfaatkan produk asuransi.
Di era sekarang, asuransi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, memberikan perlindungan dari berbagai risiko yang mungkin terjadi di masa depan.
Sayangnya, banyak orang yang belum memahami prinsip pada asuransi dengan baik, yang menyebabkan kesalahpahaman dan harapan yang tidak sesuai.
Memahami prinsip-prinsip pada asuransi dengan benar sangatlah penting sebelum kamu memutuskan untuk membeli produk asuransi.
Tanpa pemahaman yang jelas, kamu bisa kecewa karena merasa tidak mendapatkan manfaat yang sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh karena itu, penting untuk memahami prinsip-prinsip asuransi yang berlaku, baik yang konvensional maupun syariah, agar kamu bisa lebih bijak dalam memilih dan memanfaatkan asuransi dengan tepat.
Apa Itu Konsep “The Law of Large Numbers” pada Asuransi?
Sebelum membahas lebih jauh tentang prinsip pada asuransi, ada baiknya jika kamu memahami konsep dasar yang mendasari kebanyakan produk asuransi, yaitu "The Law of Large Numbers". Apa maksudnya?
Untuk memahaminya, kita perlu mengenal terlebih dahulu apa itu asuransi. Asuransi adalah bentuk perlindungan yang diberikan kepada seseorang sebagai respons terhadap kesadaran akan adanya risiko yang bisa terjadi.
Sebab, risiko selalu ada dalam setiap aspek kehidupan kita, meskipun tingkat risiko yang dihadapi oleh setiap individu bisa berbeda-beda.
Semakin sering suatu peristiwa atau kegiatan dilakukan, maka semakin besar pula risiko yang melekat pada peristiwa atau kegiatan tersebut.
Konsep inilah yang dikenal dengan "The Law of Large Numbers". Ini bisa dianalogikan dengan melempar koin; dalam satu kali lemparan, kemungkinan koin jatuh dengan sisi atas menghadap ke atas adalah 50 persen, begitu pula sebaliknya.
Namun, semakin sering koin itu dilempar, maka semakin dekatlah kemungkinan hasil tersebut dengan angka yang telah ditentukan.
Secara sederhana, semakin besar risiko yang dihadapi seseorang, semakin besar pula kebutuhan untuk mendapatkan perlindungan. Inilah yang menjelaskan mengapa permintaan terhadap produk-produk proteksi, seperti asuransi, terus berkembang.
Prinsip Asuransi Konvensional
Prinsip asuransi merujuk pada dasar-dasar yang menjadi landasan perjanjian kontrak asuransi (polis) antara perusahaan asuransi (penanggung) dan pemegang polis (tertanggung).
Tujuan utamanya adalah untuk mengalihkan risiko yang dihadapi pemegang polis kepada perusahaan asuransi, dengan pembayaran premi yang dilakukan oleh tertanggung.
Dengan demikian, asuransi memberikan manfaat yang menguntungkan kedua belah pihak. Prinsip ini berlaku untuk berbagai jenis asuransi, seperti kesehatan, mobil, jiwa, dan kerugian.
Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk membeli polis asuransi, sangat penting bagi kamu untuk memahami dengan baik prinsip-prinsip yang mendasarinya.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai prinsip-prinsip yang berlaku dalam asuransi konvensional:
1. Insurable Interest: Kepentingan yang Dapat Diasuransikan
Prinsip pertama dalam asuransi adalah insurable interest, yang menekankan bahwa seseorang yang ingin mengasuransikan suatu objek harus memiliki kepentingan ekonomi atas objek tersebut.
Objek yang akan diasuransikan juga harus memenuhi persyaratan hukum yang berlaku serta layak untuk diasuransikan.
Jika terjadi suatu peristiwa yang merusak objek yang diasuransikan, maka pihak yang mengasuransikan (tertanggung) akan mendapatkan ganti rugi secara finansial.
Secara sederhana, prinsip ini memastikan bahwa hanya pihak yang memiliki hubungan ekonomi atau kepentingan yang sah dan diakui secara hukum yang dapat mengasuransikan suatu objek.
Sebagai contoh, kamu bisa mengasuransikan diri sendiri, keluarga dekat seperti suami, istri, anak, atau orangtua, serta dalam hubungan bisnis seperti kreditur dan debitur, atau perusahaan dengan individu penting di dalamnya.
Prinsip ini bertujuan memberikan perlindungan bagi pihak yang memiliki ketergantungan finansial terhadap objek yang diasuransikan.
2. Utmost Good Faith: Itikad Baik
Prinsip ini menuntut adanya itikad baik antara pemegang polis dan perusahaan asuransi. Artinya, kedua belah pihak harus jujur dan transparan dalam menyampaikan informasi terkait polis yang akan dijalankan.
Pemegang polis wajib memberikan informasi yang jelas dan akurat tentang objek yang diasuransikan, sedangkan perusahaan asuransi harus merinci secara teliti risiko yang dijamin, yang dikecualikan, serta ketentuan lainnya dalam polis.
Transparansi ini sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman atau ketidakpastian yang dapat merugikan salah satu pihak.
3. Proximate Cause atau Kausa Proximal
Prinsip ini menyatakan bahwa ketika objek yang diasuransikan mengalami kerugian, perusahaan asuransi harus mengidentifikasi penyebab utama dan langsung dari kerugian tersebut.
Proses ini dilakukan untuk menentukan seberapa besar klaim yang bisa diterima oleh pemegang polis. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam proses ini:
Mengurutkan kejadian dari yang pertama, dan jika kejadian tersebut menyebabkan kerugian lebih lanjut, maka kejadian pertama itu yang menjadi proximate cause.
Mengurutkan dari kejadian terakhir, yang akan membantu menemukan penyebab utama kerugian yang tidak terputus.
Prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi dapat dengan tepat menentukan penyebab kerugian dan memberikan manfaat sesuai ketentuan dalam polis, guna menghindari perselisihan antara pihak asuransi dan pemegang polis.
4. Indemnity: Prinsip Ganti Rugi
Prinsip indemnity mengharuskan perusahaan asuransi untuk memberikan kompensasi finansial kepada pemegang polis yang mengalami kerugian.
Tujuan utama prinsip ini adalah mengembalikan kondisi keuangan pemegang polis ke posisi sebelum terjadinya risiko, bukan untuk memberikan keuntungan lebih. Kompensasi bisa diberikan dalam berbagai bentuk, seperti:
Tunai, yaitu pembayaran uang sesuai kesepakatan dalam polis.
Repair atau perbaikan, yang biasanya tidak lebih dari 75 persen dari nilai kerugian.
Reinstatement, yakni penggantian barang yang rusak dengan barang baru.
Replacement, yaitu penempatan barang pengganti untuk kerugian yang terjadi.
Meskipun demikian, prinsip ini tidak berarti bahwa perusahaan asuransi tidak bisa memberikan ganti rugi lebih tinggi dari kondisi keuangan pemegang polis, tetapi harus tetap dalam kerangka pemulihan finansial yang wajar sesuai dengan kerugian yang dialami.
5. Subrogation: Pengalihan Hak atau Perwalian
Prinsip subrogasi merujuk pada pengalihan hak dari pihak tertanggung kepada perusahaan asuransi setelah perusahaan tersebut membayar klaim ganti rugi.
Dalam hal ini, jika pemegang polis mengajukan klaim ganti rugi, hak untuk menerima pembayaran tersebut akan dipindahkan kepada perusahaan asuransi yang kemudian akan bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi.
Penting untuk diketahui bahwa subrogasi hanya berlaku pada polis yang menerapkan prinsip indemnity, yang bertujuan agar tertanggung tidak menerima ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang sebenarnya terjadi.
Dengan demikian, prinsip ini memastikan bahwa perusahaan asuransi tidak mengalami kerugian yang berlebihan akibat pembayaran klaim.
6. Contribution: Kontribusi dalam Memberikan Proteksi
Prinsip kontribusi berlaku ketika pemegang polis mengasuransikan objek yang sama pada lebih dari satu perusahaan asuransi. Dalam hal ini, masing-masing perusahaan akan memberikan kontribusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Biasanya, prinsip ini diterapkan pada polis asuransi dengan nilai pertanggungan yang besar.
Meskipun ada beberapa perusahaan asuransi yang terlibat, prinsip indemnity tetap diterapkan, sehingga ganti rugi yang diterima oleh tertanggung tidak akan melebihi nilai kerugian yang sebenarnya. Ada dua metode dalam pembagian ganti rugi, yaitu:
Proporsional (prorata): Setiap perusahaan asuransi akan bertanggung jawab sesuai dengan porsi yang telah disepakati.
Non-proporsional (excess): Setiap perusahaan asuransi memiliki kewajiban yang terpisah dan bertanggung jawab atas bagian mereka masing-masing.
7. Loss Minimization: Meminimalkan Risiko
Prinsip loss minimization berfokus pada usaha untuk mengurangi risiko yang dapat terjadi. Terdapat dua pendekatan dalam penerapan prinsip ini:
a. Pre Loss Minimization
Langkah-langkah untuk mengurangi kemungkinan kerugian yang dilakukan sebelum kerugian tersebut terjadi.
Contohnya termasuk menyediakan alat pemadam kebakaran, menggunakan sabuk pengaman saat berkendara, atau memasang tangga darurat di gedung.
b. Post Loss Minimization
Setelah kerugian terjadi, langkah-langkah yang diambil untuk meminimalkan dampak dari kerugian tersebut.
Misalnya, menyelamatkan sisa-sisa barang yang masih dapat dijual setelah kebakaran atau memasang sistem sprinkler untuk mengurangi kerusakan akibat kebakaran.
Prinsip ini penting untuk mengurangi beban kerugian yang ditanggung oleh pemegang polis dan perusahaan asuransi.
Prinsip pada Asuransi Syariah
1. Tauhid
Prinsip tauhid adalah dasar utama dalam semua jenis asuransi syariah. Dalam prinsip ini, niat memiliki asuransi bukan semata-mata untuk mencari keuntungan pribadi, tetapi juga untuk mengamalkan nilai-nilai syariah.
Asuransi syariah bertujuan untuk saling membantu dan memberikan perlindungan bagi sesama, bukan sekadar menjadi alat untuk mengantisipasi risiko atau musibah yang mungkin terjadi di masa depan.
Oleh karena itu, memahami prinsip tauhid ini sangat penting jika kamu memutuskan untuk memilih asuransi syariah.
2. Mengutamakan Keadilan
Salah satu prinsip utama dalam asuransi syariah adalah mengutamakan keadilan. Semua pihak yang terlibat, baik nasabah maupun perusahaan asuransi, harus bertindak dengan adil sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing.
Prinsip ini bertujuan untuk menghindari adanya ketidakadilan yang dapat merugikan salah satu pihak.
Selain itu, laporan keuangan perusahaan asuransi syariah harus mencerminkan transparansi dan kejujuran yang mencerminkan nilai-nilai adil dalam menjalankan bisnis asuransi.
3. Tolong-menolong
Prinsip tolong-menolong (taawun) menjadi salah satu pilar dalam asuransi syariah. Setiap nasabah diharapkan untuk saling membantu satu sama lain, terutama ketika ada yang mengalami musibah atau kerugian.
Perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai pengelola dana dan fasilitator untuk menyalurkan bantuan.
Sebelum memilih asuransi syariah, penting untuk memastikan bahwa niat kita adalah untuk membantu sesama nasabah, dengan mengurangi beban mereka dalam menghadapi kesulitan atau risiko.
4. Kerjasama Nasabah dan Perusahaan Asuransi
Prinsip kerjasama menjadi landasan dalam asuransi syariah, di mana nasabah dan perusahaan asuransi bekerja sama untuk saling memenuhi hak dan kewajibannya. Kerjasama ini didasarkan pada perjanjian atau akad yang telah disepakati sejak awal.
Kedua belah pihak harus menjalankan peran mereka dengan seimbang, sehingga tujuan utama asuransi syariah, yakni saling membantu dan melindungi, dapat terwujud dengan baik.
5. Dilandasi Prinsip Amanah
Prinsip amanah menjadi dasar dalam pengelolaan dana dalam asuransi syariah. Perusahaan asuransi harus mengelola dana nasabah dengan penuh tanggung jawab, sementara nasabah juga harus jujur dalam pengajuan klaim.
Hal ini bertujuan untuk menjaga rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memilih perusahaan asuransi syariah yang amanah, dengan memeriksa rekam jejak perusahaan tersebut agar dana yang kamu percayakan berada di tangan yang tepat dan dikelola dengan jujur dan profesional.
6. Saling Rida
Prinsip saling rida atau saling rela merupakan dasar dari setiap transaksi dalam asuransi syariah. Artinya, nasabah harus menerima dan rela dananya dikelola oleh perusahaan asuransi sesuai dengan ketentuan syariah.
Begitu pula, perusahaan asuransi harus rida dengan amanah yang diberikan oleh nasabah untuk dikelola dengan penuh tanggung jawab.
Dana yang dikumpulkan dari nasabah akan digunakan sebagai dana sosial untuk membantu nasabah lain yang mengalami kerugian, sejalan dengan tujuan untuk saling tolong-menolong.
7. Menghindari Riba
Prinsip pada asuransi syariah yang utama adalah menghindari riba. Dalam asuransi syariah, semua premi yang dibayar oleh nasabah harus dikelola sesuai dengan prinsip syariah dan tidak boleh mengandung unsur riba.
Semua dana yang disetorkan akan digunakan untuk usaha-usaha yang halal, yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Hal ini berlaku pada semua jenis produk asuransi syariah, termasuk asuransi kesehatan syariah, yang memastikan bahwa tidak ada praktik riba dalam pengelolaan dana.
8. Menghindari Bertaruh
Sama seperti riba, asuransi syariah juga menghindari praktik bertaruh (maisir). Dalam asuransi konvensional, ada unsur perjudian yang diterima, namun asuransi syariah menerapkan prinsip berbagi risiko (risk sharing) yang adil di antara para nasabah.
Prinsip ini mengedepankan keadilan dan transparansi dalam pengelolaan risiko, bukan berdasarkan pada taruhan atau spekulasi yang bisa merugikan salah satu pihak.
9. Menghindari Gharar
Prinsip selanjutnya adalah menghindari gharar, yang berarti ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam transaksi.
Dalam asuransi syariah, sangat penting untuk memastikan bahwa semua ketentuan, baik yang berkaitan dengan risiko yang ditanggung maupun hak dan kewajiban yang berlaku, harus jelas dan transparan.
Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya ketidakjelasan yang dapat merugikan salah satu pihak, yang pada gilirannya akan mengganggu keadilan dalam transaksi.
10. Menjauhi Praktik Suap-Menyuap
Prinsip terakhir dalam asuransi syariah adalah menjauhi praktik suap-menyuap atau risywah. Suap adalah tindakan yang menguntungkan salah satu pihak secara tidak sah, sementara pihak lain dirugikan.
Praktik ini sangat dilarang dalam sistem asuransi syariah, karena dapat merusak integritas dan keadilan dalam transaksi antara perusahaan asuransi dan nasabah.
Asuransi syariah berkomitmen untuk selalu menjaga kesucian transaksi dan menghindari segala bentuk ketidakjujuran yang merugikan pihak manapun.
Sebagai penutup, memahami prinsip asuransi dengan baik akan membantu kita membuat keputusan yang tepat dalam memilih perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal di masa depan.