Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak menunjukkan pergerakan signifikan pada penutupan sesi pertama perdagangan hari ini, Kamis, 20 Februari 2025. Menurut data yang diperoleh dari Refinitiv, IHSG terparkir di level 6.792,35, mengalami penurunan tipis sebesar 0,04%. Pergerakan ini menggambarkan fluktuasi pasar yang mencerminkan ketidakpastian di kalangan investor.
Sekitar 232 saham mencatatkan kenaikan, sementara 319 lainnya mengalami penurunan, dan 224 saham lainnya bergerak mendatar. Nilai transaksi pada perdagangan hari ini terbilang cukup tinggi, mencapai Rp 6,65 triliun, dengan melibatkan 11,18 miliar saham dalam 736.928 kali transaksi. Momen ini menjadi perhatian bagi pasar, terutama mengingat hampir seluruh sektor terjebak di zona merah, kecuali sektor teknologi, utilitas, dan bahan baku yang bertahan di zona hijau.
Di tengah stagnansi IHSG, terdapat beberapa saham yang justru menunjukkan performa menonjol selama sesi ini. Saham PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) menjadi sorotan utama, berhasil melonjak tajam hingga 19,99% ke level 67.225. Kenaikan spektakuler ini disinyalir terpicu oleh kabar gembira mengenai rencana stock split emiten tersebut, yang membuat saham ini melonjak hingga menyentuh batas auto reject atas (ARA).
Merespon kondisi ini, Analis Pasar Saham, Budi Santoso menyatakan, "Lonjakan saham DCII merupakan salah satu contoh bagaimana sentimen corporate action seperti stock split dapat mempengaruhi minat beli di pasar. Kabar seperti ini sering kali mendongkrak optimism investor terhadap prospek pertumbuhan saham ke depannya."
Selain DCII, saham-saham lain seperti SKBM, DWGL, RSCH, dan EDGE juga menunjukkan performa serupa dengan menyentuh batas ARA sebesar 25%. Ini menunjukkan bahwa meskipun pasar cenderung stagnan, masih ada peluang bagi saham-saham tertentu untuk menunjukkan performa cemerlang.
Faktor eksternal juga turut mempengaruhi dinamika pasar saham Indonesia. Pasar keuangan domestik terus menantikan dampak dari kebijakan moneter internasional, dengan perhatian utama tertuju pada risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang dirilis The Federal Reserve pada Rabu malam waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia. Dalam risalah tersebut, The Fed menekankan pentingnya inflasi yang lebih terkendali sebelum mempertimbangkan penurunan suku bunga lebih lanjut.
"The Fed sangat mempertimbangkan inflasi sebagai faktor utama sebelum merubah kebijakan suku bunga, ini menunjukkan kehati-hatian dalam mencari keseimbangan di pasar keuangan," ungkap Budi Santoso.
Selain itu, para pelaku pasar juga memonitor efek dari kebijakan Bank Indonesia yang dalam keputusan terakhirnya memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan. Stabilitas kebijakan moneter ini diharapkan dapat memberikan sinyal positif kepada pasar meskipun belum cukup mampu mengangkat IHSG ke zona hijau secara menyeluruh.
Dari dalam negeri, perhatian tertuju pada data neraca pembayaran Indonesia (NPI) untuk tahun 2024 yang diproyeksikan akan segera dirilis. Data ini sangat penting untuk menunjukkan kemampuan ketahanan eksternal Indonesia. "NPI dan Transaksi Berjalan adalah indikator kunci dalam menilai kesehatan ekonomi makro Indonesia dan akan menjadi salah satu faktor yang dipantau oleh investor untuk menilai arah pasar ke depan," tambah Budi Santoso.
Dengan mempertimbangkan ketidakpastian global dan fokus pada stabilitas domestik, pasar saham Indonesia diharapkan tetap kuat dalam menghadapi tantangan eksternal dan internal. Langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter menjadi kunci dalam memitigasi dampak dari dinamika global dan memberikan kepercayaan kepada para investor dalam jangka panjang.
Dalam mengantisipasi perkembangan selanjutnya, baik dari eksternal maupun internal, investor diharapkan tetap waspada dan bijak dalam mengambil keputusan investasi. Ekspetasi terhadap data ekonomi yang akan dirilis di waktu mendatang menjadi perhatian, sembari menantikan apakah IHSG mampu keluar dari tren stagnan ini dan kembali menguat di sesi perdagangan berikutnya.