Pajak

Penerimaan Pajak Indonesia Masih Ringkih, Bambang Brodjonegoro Soroti Ketergantungan pada Basis Pajak Terbatas

Penerimaan Pajak Indonesia Masih Ringkih, Bambang Brodjonegoro Soroti Ketergantungan pada Basis Pajak Terbatas
Penerimaan Pajak Indonesia Masih Ringkih, Bambang Brodjonegoro Soroti Ketergantungan pada Basis Pajak Terbatas

Jakarta - Penerimaan pajak Indonesia masih berada dalam kondisi yang lemah, dengan ketergantungan yang tinggi pada jumlah pembayar pajak yang terbatas. Hal ini disampaikan oleh Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro, dalam acara The Economics Insights 2025 yang diselenggarakan oleh Kumparan di The Westin, Jakarta Selatan, pada Rabu, 19 Februari 2025.

Bambang Brodjonegoro mengungkapkan bahwa tax ratio Indonesia masih berada pada angka yang rendah, yaitu hanya sekitar 10 persen. Tax ratio, yang merupakan perbandingan antara penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB), menunjukkan seberapa efektif sebuah negara dalam mengumpulkan pajak dari kegiatan ekonomi masyarakatnya. Menurut Bambang, Indonesia memiliki salah satu tax ratio terendah di kawasan ASEAN, bahkan berada di bawah standar Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

"Karena bergantung hanya kepada basis pajak, yaitu pembayar pajak yang jumlahnya tidak seberapa besar dibandingkan jumlah penduduk Indonesia, kenapa itu tax ratio-nya hanya 10 persen," jelas Bambang dalam acara tersebut.

Lebih lanjut, Bambang menekankan bahwa hal ini menjadi masalah besar mengingat ambisi Indonesia untuk bergabung dengan negara-negara maju yang menjadi anggota OECD. Meskipun demikian, Bambang menegaskan bahwa bukan kenaikan tarif pajak atau penambahan objek pajak yang seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah saat ini.

"Pengalaman saya atau pengamatan saya adalah, tentunya kita tidak menjadikan kenaikan tarif pajak maupun penambahan objek pajak sebagai prioritas. Kalau memang itu dirasakan sangat mendesak, barangkali boleh-boleh saja, tapi yang lebih penting nomor satu adalah untuk bisa meningkatkan penerimaan pajak," tambahnya.

Ketergantungan pada Pembayar Pajak Terbatas

Pernyataan Bambang Brodjonegoro mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh Indonesia dalam mengoptimalkan penerimaan pajak. Ketergantungan pada segmen pembayar pajak yang terbatas menyebabkan potensi penerimaan pajak negara tidak maksimal. Hal ini berisiko memperlemah kestabilan keuangan negara, mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara.

Salah satu faktor yang turut mempengaruhi rendahnya penerimaan pajak adalah adanya praktik transfer pricing yang banyak dilakukan oleh perusahaan, baik yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun perusahaan domestik. Bambang mengungkapkan bahwa banyak keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan tersebut tidak dibayarkan di Indonesia, melainkan dipindahkan ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah.

"Keuntungan itu dipindahkan ke negara lain yang menjanjikan PPh badan atau corporate income tax yang jauh lebih rendah. Tentunya ini kerugian bagi kita," ujar Bambang, merujuk pada praktik yang sangat merugikan penerimaan pajak Indonesia.

Praktik transfer pricing sendiri merujuk pada pengaturan harga antarperusahaan dalam kelompok usaha yang sama, yang bertujuan untuk mengalihkan laba ke negara dengan pajak yang lebih rendah. Tindakan ini mengurangi jumlah pajak yang dibayarkan di Indonesia dan semakin memperburuk ketergantungan Indonesia pada pembayar pajak yang terbatas.

Pentingnya Sistem Coretax untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak

Di tengah permasalahan ini, Bambang Brodjonegoro juga menyinggung tentang pentingnya penerapan sistem perpajakan yang lebih modern dan komprehensif, seperti yang diusulkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan. Sistem tersebut dikenal dengan nama Coretax. Bambang menegaskan bahwa penerapan sistem seperti Coretax dapat membantu Indonesia dalam mendeteksi penerimaan pajak secara lebih akurat, serta memperluas basis pajak negara.

"Karena salah satu cara kita untuk bisa mendeteksi penerimaan pajak yang lebih akurat dan lebih luas adalah melalui sistem yang komprehensif seperti Coretax," ujar Bambang, menggarisbawahi pentingnya penerapan sistem tersebut.

Melalui sistem Coretax, yang mengintegrasikan berbagai data perpajakan dari berbagai sektor ekonomi, diharapkan pemerintah dapat lebih efektif dalam memantau dan mengelola potensi pajak yang ada. Hal ini menjadi langkah strategis untuk memperbaiki struktur perpajakan Indonesia, agar lebih seimbang dan berkelanjutan.

Mewujudkan Ambisi Indonesia Menjadi Anggota OECD

Ambisi Indonesia untuk menjadi anggota OECD juga sangat bergantung pada kemampuan negara dalam meningkatkan penerimaan pajak. Organisasi tersebut menilai negara-negara anggotanya berdasarkan beberapa kriteria, salah satunya adalah efisiensi dalam sistem perpajakan. Dengan tax ratio yang rendah dan berbagai tantangan dalam sistem perpajakan saat ini, Indonesia harus bekerja keras untuk meningkatkan kinerjanya di sektor ini.

Pemerintah Indonesia tentunya perlu mencari solusi inovatif agar penerimaan pajak dapat lebih merata dan tidak bergantung pada segelintir pembayar pajak saja. Bambang Brodjonegoro menegaskan bahwa reformasi perpajakan melalui pendekatan berbasis sistem yang lebih terintegrasi adalah kunci untuk mencapai tujuan tersebut.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index