Petani

Petani Tebu Menjadi Kunci Pembenahan Ekosistem Industri Gula Nasional

Petani Tebu Menjadi Kunci Pembenahan Ekosistem Industri Gula Nasional
Petani Tebu Menjadi Kunci Pembenahan Ekosistem Industri Gula Nasional

JAKARTA - Memasuki awal musim tanam tebu, perhatian terhadap masa depan industri gula nasional kembali menguat. 

Dorongan perbaikan menyeluruh dinilai penting agar target besar dan kepentingan jangka panjang dapat berjalan seiring.

Musim tanam tebu untuk panen dan giling tahun 2026 telah dimulai di berbagai daerah. Kondisi ini menjadi momen strategis untuk memperkuat fondasi industri gula nasional sejak dari hulu.

Dorongan DPR untuk Pembenahan Ekosistem

Dewan Perwakilan Rakyat mendorong pemerintah segera melakukan perbaikan ekosistem gula nasional. Langkah ini dianggap krusial seiring dengan target swasembada gula yang telah dicanangkan pemerintah.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Nasim Khan, menilai penguatan industri gula bukan sekadar agenda jangka pendek. Menurutnya, isu gula berkaitan langsung dengan ketahanan pangan dan keberlanjutan ekonomi pedesaan.

Nasim menyampaikan bahwa tanpa pembenahan menyeluruh, persoalan gula akan terus berulang. Ketergantungan terhadap impor dinilai sebagai tanda lemahnya fondasi industri gula nasional.

“Perbaikan ekosistem gula nasional bukan hanya soal mengejar target swasembada. Ini adalah kepentingan besar dan jangka panjang bagi ketahanan pangan serta keberlangsungan industri nasional,” katanya.

Pentingnya Penguatan dari Hulu ke Hilir

Menurut Nasim, industri gula membutuhkan pondasi ekosistem yang sehat agar mampu berdiri mandiri. Tanpa itu, industri akan terus berada dalam kondisi rapuh dan tidak stabil.

Ia menekankan bahwa peningkatan produktivitas di tingkat petani dan perkebunan menjadi kunci utama. Selain itu, peningkatan kapasitas produksi di pabrik gula juga harus dilakukan secara bersamaan.

”Meningkatkan produktivitas di level petani atau di perkebunan dan produksi di pabrik adalah cara untuk memperkuat pondasi ekosistem gula nasional,” ujarnya. Upaya tersebut dinilai tidak bisa dilakukan secara parsial atau setengah-setengah.

Nasim menilai investasi menjadi langkah penting untuk mendorong modernisasi. Modernisasi harus dilakukan baik di sektor budidaya maupun di sektor pengolahan.

Modernisasi sebagai Agenda Jangka Panjang

Modernisasi dinilai penting agar petani lebih mudah menanam dan menghasilkan tebu dengan rendemen tinggi. Dengan teknologi yang lebih baik, hasil panen diharapkan meningkat secara kualitas dan kuantitas.

Di sisi pabrik, banyak peralatan produksi dinilai sudah tidak optimal. Sebagian besar pabrik gula telah berdiri sejak era kolonial sehingga membutuhkan pembaruan serius.

Nasim menegaskan bahwa perhatian pemerintah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan modernisasi tersebut. Upaya ini harus dipandang sebagai agenda struktural yang menentukan masa depan industri gula nasional.

”Terlepas ada atau tidaknya target swasembada, ini adalah upaya perbaikan yang harus dilihat sebagai agenda jangka panjang,” terangnya. Ia menilai keberlangsungan petani tebu sangat bergantung pada keberhasilan agenda ini.

Dampak terhadap Daya Saing dan Tata Niaga

Peningkatan produktivitas diyakini akan memudahkan penataan tata niaga gula nasional. Dengan produksi yang lebih baik, pengelolaan distribusi gula dapat dilakukan secara lebih efektif. Gula hasil produksi dalam negeri diharapkan memiliki daya saing yang lebih kuat. Daya saing tersebut mencakup aspek harga, kualitas, dan ketersediaan pasokan.

Nasim menilai solusi perbaikan tidak boleh bersifat tambal sulam. Ketika daya saing meningkat, ketergantungan terhadap impor seharusnya dapat berkurang secara alami.

”Yang terpenting, kita memiliki ekosistem dan tata niaga gula yang jelas sehingga petani lebih bersemangat,” ucapnya. Kepastian usaha dinilai menjadi faktor penting bagi keberlanjutan sektor ini.

Pelajaran dari Musim Giling Sebelumnya

Pengalaman musim panen dan giling gula tahun 2025 menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Ketidakpastian produksi dan serapan gula sempat menimbulkan keresahan di kalangan petani.

Di Jawa Timur, puluhan ribu petani tebu bahkan sempat mengancam tidak menanam kembali. Kondisi tersebut muncul akibat persoalan yang belum terselesaikan secara tuntas.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, Sundari Edy Sukamto, menyebut banyak petani mengalami kerugian. Kerugian tersebut dirasakan langsung pada musim giling sebelumnya.

Ia berharap industri gula nasional dapat segera dibenahi agar masalah serupa tidak terulang. ”Sehingga persoalan-persoalan seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” ujarnya.

Sundari menekankan pentingnya kepastian bagi petani. Dengan jaminan yang lebih jelas, petani diharapkan kembali bergairah menanam tebu di musim berikutnya.

Perbaikan ekosistem gula dinilai menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan petani. Momentum musim tanam saat ini diharapkan menjadi awal perubahan menuju industri gula yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index