Jakarta - Ketua Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ahmad Nawardi menyatakan rencananya untuk memanggil Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo. Langkah ini diambil setelah terungkapnya penurunan signifikan pada laporan faktur pajak yang diduga terkait dengan penerapan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax), Rabu, 19 Februari 2025.
Ahmad Nawardi mengungkapkan bahwa dirinya sudah mempertanyakan masalah ini langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat di Gedung DPD, Jakarta, pada Selasa, 18 Februari 2025. Namun, menurutnya, Sri Mulyani belum memberikan penjelasan mendalam mengenai masalah tersebut. Sebagai tindak lanjut, Komite IV DPD akan mengundang Dirjen Pajak untuk melakukan pembahasan lebih lanjut.
"Saya mau memperdalam persoalan tersebut, yang pasti masa yang akan datang kita akan mengundang Dirjen Pajak," kata Nawardi kepada wartawan seusai rapat dengan Sri Mulyani.
Penurunan laporan faktur pajak ini tidak hanya menjadi masalah administrasi, tetapi juga berdampak serius pada penerimaan negara. Berdasarkan informasi yang diperoleh, penerimaan negara dari pengumpulan faktur pajak tahun ini diperkirakan hanya mencapai Rp 50 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 172 triliun.
Masalah pada Sistem Coretax: Fakta atau Isu Teknis?
Ahmad Nawardi menjelaskan bahwa penurunan yang tajam pada laporan faktur pajak diduga disebabkan oleh masalah yang terjadi pada sistem Coretax. Sistem yang dirancang untuk mengelola pembayaran pajak secara digital ini mengalami gangguan dalam penerbitan faktur. Sebagai contoh, jumlah faktur pajak yang masuk hanya tercatat sebanyak 20 juta faktur pada tahun ini, sementara pada periode yang sama tahun lalu tercatat mencapai 60 juta faktur.
"Penurunan laporan faktur pajak ini sangat mencolok. Tahun lalu saja kita bisa mencapai 60 juta faktur, tapi sekarang hanya 20 juta. Ini jelas berdampak pada penerimaan negara," jelas Nawardi, merujuk pada penurunan yang cukup signifikan.
Coretax, yang dikembangkan untuk memperlancar sistem administrasi perpajakan dan mengurangi potensi kebocoran pajak, kini tengah menghadapi tantangan teknis yang perlu segera diselesaikan. Sistem ini awalnya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam proses pembayaran pajak. Namun, masalah dalam penerbitan faktur pajak kini menghambat tujuan tersebut dan menyebabkan potensi penerimaan negara terhambat.
Coretax: Sistem Digital yang Diharapkan Mempermudah Perpajakan
Coretax sendiri merupakan sebuah sistem digital yang cukup canggih dan modern, yang diharapkan dapat mempermudah proses perpajakan di Indonesia. Dikenalkan oleh Kementerian Keuangan, Coretax bertujuan untuk memfasilitasi pembayar pajak agar lebih mudah dalam melaporkan dan membayar kewajiban pajaknya secara online. Namun, meski memiliki potensi besar, masalah teknis seperti penurunan penerbitan faktur ini menunjukkan bahwa implementasi sistem tersebut belum sempurna.
Ahmad Nawardi juga mengingatkan bahwa pemerintah sudah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk pengembangan Coretax, yakni sekitar Rp 1,3 triliun. Oleh karena itu, menurutnya, masalah yang terjadi harus segera ditangani agar sistem ini tidak sia-sia dan tidak mengganggu penerimaan negara lebih lanjut.
"Coretax itu sebuah sistem yang sangat bagus dan canggih. Tapi, masalah yang terjadi seharusnya segera diperbaiki. Jangan sampai Coretax sama sekali tidak dipakai lagi, apalagi sudah menggunakan anggaran sampai Rp 1,3 triliun," ujar Nawardi, menambahkan pentingnya perbaikan secepatnya.
Dampak Penurunan Penerimaan Pajak pada Keuangan Negara
Penurunan penerimaan pajak yang dipicu oleh masalah di Coretax dapat memberi dampak jangka panjang terhadap keuangan negara. Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan, termasuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Oleh karena itu, penurunan penerimaan pajak akan memperburuk defisit anggaran negara yang pada gilirannya dapat memengaruhi kestabilan ekonomi Indonesia.
Apabila masalah teknis ini tidak segera diatasi, Indonesia berisiko kehilangan potensi pendapatan yang sangat besar dari sektor perpajakan. Terlebih, dengan jumlah pembayar pajak yang relatif terbatas, setiap gangguan pada sistem pajak dapat berpengaruh besar terhadap ekonomi negara.
Rencana Tindak Lanjut oleh Komite IV DPD
Ahmad Nawardi menyatakan bahwa langkah selanjutnya adalah mengundang Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, untuk mendalami lebih jauh terkait permasalahan ini. Komite IV DPD berharap dapat mengetahui penyebab pasti dari penurunan laporan faktur pajak dan bagaimana langkah perbaikan yang akan dilakukan oleh pihak Kementerian Keuangan.